News

01Nov

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Butuh Diatur Undang-Undang Baru

monopoli, undang-undang, persainganusaha

Maraknya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia membuat Pemerintah di Indonesia membuat aturan yang melarang praktik tersebut yang diimplementasikan melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana terakhir kali diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Monopoli dan Persaingan Usaha”). Pengawasan terhadap praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 30 ayat (1) UU Monopoli dan Persaingan Usaha. UU Monopoli dan Persaingan Usaha sendiri mendefinisikan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang dikutip sebagai berikut:

Pasal 1 huruf b UU Monopoli dan Persaingan Usaha:

Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.”

Pasal 1 huruf f UU Monopoli dan Persaingan Usaha:

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.”

Dalam Pasal 3 UU Monopoli dan Persaingan Usaha secara eksplisit disebutkan tujuan dibentuknya UU Monopoli dan Persaingan Usaha sebagai berikut:

  1. untuk menjaga kepentingan umum dan tingkatkan efisiensi ekonomi nasional demi kesejahteraan rakyat;
  2. mewujudkan iklim usaha kondusif sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan usaha bagi para pelaku usaha;
  3. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; dan
  4. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Nyatanya larangan terhadap praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ternyata diadopsi di beberapa sektor melalui peraturan perundang-undangan terkait. Salah satu peraturan yang turut mengimplementasikan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana terakhir kali diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Migas”). Semangat Pemerintah Indonesia dalam memberantas praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ternyata sangat serius, mengingat dampak domino yang dapat diakibatkan oleh adanya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Secara jelas dalam Pasal 3 huruf b UU Migas disebutkan bahwa salah 1 (satu) tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi adalah mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Lebih lanjut, Pasal 10 UU Migas menekankan bahwa badan usaha yang melakukan kegiatan usaha hilir tidak dapat melakukan kegiatan usaha hulu, yang dikutip sebagai berikut:

Pasal 10 UU Migas:

(1)  ”Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir.

(2)  Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu.”

Namun, mengingat UU UU Monopoli dan Persaingan Usaha ini telah memiliki usia 23 tahun dari tanggal berlakunya (5 Maret 2000) hingga sekarang, membuat perkembangan praktik monopoli dan persaingan usaha masa kini perlu diperbaharui dan diakomodir oleh UU Monopoli dan Persaingan Usaha. Tidak diperbaharuinya UU Monopoli dan Persaingan Usaha membuat tujuan dari UU Monopoli dan Persaingan Usaha semakin sulit untuk terpenuhi. Konsep law is a tool of social engineering yang digagaskan oleh Roscoe Pound dan ditekankan oleh Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya berjudul Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan Karya Tulis), Penerbit Alumni, Bandung, 2002, hlm. 13-14 yaitu:

Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif. Artinya, hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun, yang dalam definisi kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan.”

Konsep ini menjelaskan bahwa makna hukum sebagai kontrol sosial yang harus mengkoordinir pembaharuan di masyarakat. Dengan tidak adanya pembaharuan UU Monopoli dan Persaingan Usaha, mencerminkan bahwa konsep law is a tool of social engineering tidak terlaksana dengan baik.

CONTOH KASUS

Sebagai contoh PT ABC yang berdomisili dan tunduk pada hukum negara Indonesia merupakan anak Perusahaan D yang berdomisili dan tunduk pada hukum negara Singapura yang mana sebagai pemegang saham mayoritas sebesar 99% PT ABC. PT ABC digugat pailit oleh para kreditor lainnya diluar Perusahaan D karena tidak dapat membayarkan utangnya yang telah jatuh tempo dan dinyatakan pailit oleh pengadilan. 

Di tengah proses persidangan, diketahui bahwa PT ABC memiliki utang kepada Perusahaan D akibat adanya utang piutang atas uang muka pembayaran alat yang dibeli PT ABC kepada pihak ketiga. Selain itu, Perusahaan D pun merupakan pembeli produk PT ABC, sehingga dapat disimpulkan bahwa selain sebagai pemegang saham, Perusahaan D pun merangkap sebagai kreditor dan debitur PT ABC. Namun kedudukan Perusahaan D sebagai kreditor PT ABC ditolak oleh kurator karena Perusahaan D dianggap yang menyebabkan PT ABC mengalami pailit. Utang PT ABC kepada Perusahaan D juga dianggap sebagai penyertaan modal karena uang tersebut digunakan PT ABC untuk memproduksi barang, yang nantinya barang tersebut hanya boleh dijual kepada Perusahaan D dengan harga yang telah diatur oleh Perusahaan D sebagai induk perusahaan. Kurator juga menyatakan apabila Perusahaan D dianggap sebagai kreditor, maka PT ABC tidak dapat membayarkan utangnya kepada kreditor lain karena valuasi aset dari PT ABC lebih kecil daripada utangnya kepada Perusahaan D. 

PEMBAHASAN 

Berdasarkan hal tersebut di atas, Penulis melihat bahwa UU Monopoli dan Persaingan Usaha hanya mengatur suatu tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang berdampak secara langsung terhadap pelaku usaha lainnya dan ekonomi Indonesia, namun belum mengatur sesuatu tindakan yang melindungi kepentingan pelaku usaha dari tindakan pembeli atau konsumen atau keadaan yang tidak berdampak secara langsung namun terindikasi sebagai persaingan usaha tidak sehat yang kedepannya dapat merugikan. UU Monopoli dan Persaingan Usaha, lebih banyak mengatur terkait kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha sebagai pemeran utamanya, tidak mengatur keadaan bagaimana bila pelaku usaha merupakan korban dari pembeli. Sebagai contoh Pasal 15 UU Monopoli dan Persaingan Usaha yang melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. Selain itu dalam pasal yang sama juga diatur bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Masih dalam pasal yang sama, diatur pula bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok; harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok. Apabila pelaku usaha melakukan kegiatan tersebut, maka diancam dengan pidana denda atau kurungan pengganti denda sebagaimana tercantum pada Pasal 48 ayat (2) UU Monopoli dan Persaingan Usaha. Melihat pada contoh kasus di atas, kasus antara PT ABC sebagai penjual dengan Perusahaan D sebagai pembeli, dimana Perusahaan D yang sebagai pembeli telah mengatur PT ABC hanya boleh menjual barang produksinya hanya kepada Perusahaan D, dengan harga yang telah disesuaikan oleh Perusahaan D di dalam perjanjian. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena kedudukan Perusahaan D sebagai induk perusahaan dari PT ABC yang membuat PT ABC tunduk pada keputusan Perusahaan D. Berdasarkan kasus tersebut, telah terdapat indikasi atas adanya persaingan usaha yang tidak sehat, dimana dapat merugikan pihak lainnya. Namun ironisnya, indikasi persaingan usaha yang tidak sehat seperti ini belum diatur secara sempurna oleh UU Persaingan Usaha. 

Tentu adanya problematika di UU Monopoli dan Persaingan usaha yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan di Indonesia, dapat menjadi efek domino bagi peraturan dan kegiatan usaha di bidang lainnya. Sebagai contoh UU Migas, UU ini mengatur badan usaha kegiatan Usaha Hulu yang bertumpu pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sedangkan badan usaha kegiatan Usaha Hilir yang bertumpu pada kegiatan Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga. Pada Pasal 10 UU Migas, ditekankan bahwa badan usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu, Namun pada penjelasan pasal 10 ayat (1) menjelaskan “… Dalam hal Badan Usaha melakukan Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir secara bersamaan harus membentuk badan hukum yang terpisah, antara lain secara Holding Company.” Dengan adanya pengaturan seperti ini, dapat memberikan celah untuk melakukan praktik monopoli hingga persaingan usaha tidak sehat secara tidak langsung, yang mana hal ini pun sebetulnya bertentangan dengan Pasal 3 huruf b UU Migas. 

Namun faktanya, pada praktik kegiatan usaha hulu dan hilir di Indonesia, dengan adanya pengaturan yang memperbolehkan kegiatan usaha hulu dan hilir secara bersamaan melalui bentuk holding company, membuat adanya pemusatan pengendalian kegiatan usaha hulu dan hilir, yang secara tidak langsung dapat terindikasi sebagai praktik monopoli. Dapat dilihat bahwa sebetulnya bentuk persaingan usaha atau monopoli tidaklah terbatas dari perjanjian eksklusif saja sebagaimana yang diatur oleh UU Monopoli dan Persaingan Usaha, namun dapat timbul dari kegiatan induk dan anak perusahaan maupun kegiatan-kegiatan lain yang secara tidak langsung terindikasi sebagai kegiatan persaingan usaha tidak sehat maupun praktik monopoli. 

Apabila persoalan mengenai grey area ini tidak cepat ditanggulangi dan diatur, maka akan semakin banyak perusahaan baik dalam maupun luar negeri yang membuat anak perusahaan hanya untuk dimanfaatkan keberadaannya namun melanggar hukum persaingan usaha dan hukum perusahaan di Indonesia. Terlebih, akan terdapat undang-undang maupun kegiatan usaha yang dapat menimbulkan praktik monopoli maupun persaingan usaha tidak sehat semakin marak dan berdampak buruk pada perekonomian Indonesia. Hal ini tentu saja akan sangat merugikan banyak pihak mengingat kerugian yang diakibatkan menyangkut banyak pihak mengingat kegiatan perdagangan melibatkan banyak pihak di dalamnya. Perlu dibentuknya undang-undang yang mengakomodir persaingan usaha di masa ini dan undang-undang yang saling mendukung penerapannya.

Written by I Gusti Putu Gandhi N  & Viyoneta Purnama

Published on Hukum Online

Limk: https://www.hukumonline.com/berita/a/monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat-butuh-diatur-undang-undang-baru-lt6527b0cfcd012/

<< Back

Close

Search