News

12May

Menakar Peluang Menjadikan Non-Fungible Token Berupa Crypto Art Sebagai Objek Jaminan Kredit Perbankan

nft, crypto, perbankan

Non-fungible token (“NFT”) berupa crypto art merupakan aset digital, baik berupa teks, gambar, video, dan dalam bentuk lainnya yang bersifat unik dan unexchangeable dengan NFT lainnya, dimana kepemilikannya tercatat pada sistem blockchain di internet dalam bentuk kontrak cerdas yang dinamakan ‘smart contract’.[1] Oleh karena proses NFT membutuhkan platform blockchain untuk dapat menjalankan kontrak pintarnya (smart contract), maka NFT juga membutuhkan jaringan dan platform yang dapat tetap menaungi proses transaksinya.[2] NFT crypto art tersebut akan ditandatangani secara digital oleh kreator menggunakan teknologi enkripsi asimetris untuk membuktikan keaslian NFT crypto art.

Kreator NFT crypto art menghasilkan suatu karya seni seperti gambar atau animasi, dan mendistribusikan dan menjualnya melalui marketplace NFT yang memanfaatkan teknologi blockchain.[3] Sistem blockchain merupakan sistem yang melakukan pencatatan digital dalam bentuk database terkait seluruh transaksi kripto yang didistribusikan, divalidasi, dan dikelola oleh jaringan komputer yang ada di seluruh dunia.[4] Teknologi blockchain ini yang mendasari NFT crypto art memiliki kemampuan untuk mengesahkan aset digital menjadi kode untuk yang tidak bisa digandakan karena pendistribusiannya memanfaatkan jaringan interplanetary system (IPFS) secara peer to peer.[5]

Pada dasarnya, NFT crypto art adalah aset digital dengan nilai seperti halnya cryptocurrency, yang kepemilikannya dapat dipindahkan dengan cepat terlepas dari perbedaan geografis pembeli dan penjual. Mengenai NFT crypto art sendiri, pada hakikatnya merupakan salah satu jenis karya seni digital yang memiliki nilai perlindungan hukum sebagai Hak kekayaan Intelektual/Intellectual Property Rights sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU No. 11/2008”). Graham Dutfield mendefinisikan intellectual property rights sebagai perangkat hukum dan kelembagaan untuk melindungi kreasi dan pikiran meliputi penemuan, karya seni, sastra, dan desain, serta meliputi tanda pada suatu produk untuk menunjukkan perbedaannya dari produk serupa yang dijual oleh pesaing.[6] Salah satu bagian dari HKI adalah termasuk Hak Cipta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU No. 28/2014”). Hak Cipta menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 28/2014 didefinisikan sebagai berikut:

Pasal 1 angka 1 UU No. 28/2014:

Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Terdapat beberapa jenis ciptaan yang dilindungi rezim Hak Cipta, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) UU No. 28/2014, yang berbunyi:

Pasal 40 ayat (1) UU No. 28/2014:

Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:

a.    Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;

b.    Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

c.    Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d.    Lagu dan/atau music dengan atau tanpa teks;

e.    Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f.      Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;

g.    Karya seni terapan;

h.    Karya arsitektur;

i.      Peta;

j.      Karya seni batik atau seni motif lain;

k.    Karya fotografi;

l.      Potret;

m.  Karya sinematografi;

n.    Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o.    Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya internasional;

p.    Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;

q.    Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

r.     Permainan video; dan

s.    Program komputer.”

Merujuk kepada jenis ciptaan yang dilindungi di atas, maka dapat diketahui bahwa NFT crypto art dilindungi atas bentuknya, yaitu sebagai karya seni rupa dan sebagai kompilasi ciptaan atau data. Hal ini disebabkan meskipun NFT crypto art berbentuk karya seni rupa seperti gambar atau animasi, akan tetapi NFT crypto art memanfaatkan sistem digitalisasi dalam proses penciptaan dan pendistribusiannya yang salah satunya adalah sistem teknologi blockchain. Dalam hal ini, Hak Cipta atas NFT crypto art memiliki hak eksklusif termasuk hak ekonomi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Jo. Pasal 8 UU No. 28/2014, yang berbunyi:

Pasal 4 UU No. 28/2014:

Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.”

Pasal 9 UU No. 28/2014:

Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.”

Oleh karena NFT crypto art memiliki hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28/2014 dan PP No. 24/2022 di atas, maka NFT crypto art juga termasuk dalam definisi barang tidak berwujud[7] yang dapat diperdagangkan, sebagaimana dimaksud dalam definisi komoditi pada Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (“UU No. 32/1997”):

Pasal 1 angka (2) UU No. 32/1997

“Komoditi adalah semua barang, jasa, hak dan kepentingan lainnya, dan setiap derivatif dari Komoditi, yang dapat diperdagangkan dan menjadi subjek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya.

 Berdasarkan uraian di atas, maka NFT crypto art dapat dijadikan sebagai jaminan kredit perbankan khususnya dengan pranata jaminan gadai atau fidusia, dimana terdapat perbedaan-perbedaan salah satunya dari bentuk penguasaan NFT crypto art sebagai benda jaminannya. Dalam hal jaminan gadai, maka bukti kepemilikan NFT crypto art diharuskan untuk berpindah kepada penerima gadai,[8] sedangkan dalam hal jaminan fidusia, maka bukti kepemilikan NFT crypto art tetap dalam penguasaan pemiliknya.[9]

Selanjutnya, khususnya mengenai perjanjian jaminan fidusia, dapat diperhatikan bahwa pada hakikatnya ialah merupakan perjanjian yang bersifat tambahan atau accesoir, dimana perjanjian kredit atau perjanjian pinjam-meminjam merupakan perjanjian pokoknya. Oleh karena itu, bank dalam menyalurkan kredit harus memperhatikan prinsip kehati-hatian, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU No. 4/2023”), yang berbunyi:

Pasal 20A ayat (1) UU No. 4/2023:

Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian termasuk manajemen risiko dalam melakukan kegiatan usaha.”

Prinsip kehati-hatian bank dikenal dengan adanya prinsip 5C analisis, yaitu sebagai berikut:[10]

  1. character (watak), bertujuan untuk mengetahui kesungguhan nasabah dalam melunasi utangnya, hal ini dapat dilihat berdasarkan riwayat peminjaman, reputasi dalam manajemen, legalitas usaha, dan bisnis serta keuangan;
  2. capacity (kemampuan), bertujuan untuk melihat dan mengukur kemampuan membayar nasabah, hal demikian dapat dilihat dari kemampuannya dalam menjalankan bisnis, bidang usaha, dapat juga dilihat berdasarkan perspektif masa depan usaha tersebut;
  3. capital (modal), bertujuan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam memikul beban risiko yang mungkin terjadi diketahui, serta dapat dilihat berdasarkan laporan keuangan, pengukuran likuiditas serta solvabilitas;
  4. collateral (jaminan), yaitu kekayaan yang dapat dijaminkan sebagai jaminan sebagai kepastian pelunasan utang; dan
  5. condition of economic (kondisi ekonomi), yaitu situasi politik, sosial ekonomi, serta budaya yang dapat mempengaruh keadaan perekonomian pada waktu dan jangka waktu tertentu, hal ini mewajibkan debitur memiliki prospek usaha yang baik.

Oleh karena itu, patut untuk diperhatikan secara detail oleh lembaga keuangan bank dalam memberikan penyaluran pembiayaan atau kredit kepada kreator atau pemegang Hak Cipta NFT crypto art, hal ini disebabkan harga NFT crypto art sangat fluktuatif dan tidak stabil.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aset NFT crypto art dapat menjadi objek jaminan kredit perbankan. Namun, dalam menghadapi kemajuan ini, lembaga keuangan bank harus secara ketat menerapkan prinsip kehati-hatiannya dalam memberikan penyaluran pembiayaan atau kredit kepada setiap kreator atau pemegang Hak Cipta NFT crypto art.


Sumber

Jurnal

Etty Mulyati dan Fajrina Aprilianti Dwiputri, “Prinsip Kehati-hatian dalam Menganalisis Jaminan Kebendaan Sebagai Pengaman Perjanjian Kredit Perbankan”, Acta Djurnal, Volume 1 No. 2, 2018.

Mirza Mar’Ali dan Priliyani Nugroho Putri, “Tinjauan Yuridis Pelindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Atas Hak Cipta Karakter Game Among Us Di Indonesia”, Padjadjaran Law Review, Volume 9 No. 2, 2021.

Muhammad Usman Noor, “NFT (Non-Fungible Token): Masa Depan Arsip Digital? atau Hanya Sekedar Bubble?”, Pustakaloka: Jurnal Kajian Informasi dan Perpustakaan Volume 13 No. 2, 2021.

Sarmah, Simanta Shektar, “Understanding Blockchain Technology”, Journal of Computer Science and Engineering, Volume 8, Nomor 2, 2018.

Artikel

Franceschet, Massimo, et.al, “Crypto art: A decentralized view”, Computer Science Paper Work Cornell University, 2019.


[1] Muhammad Usman Noor, “NFT (Non-Fungible Token): Masa Depan Arsip Digital? atau Hanya Sekedar Bubble?”, Pustakaloka: Jurnal Kajian Informasi dan Perpustakaan Volume 13 No. 2, 2021, hlm. 229.

[2] Ibid, hlm. 230

[3] Massimo Franceschet, et.al, “Crypto art: A decentralized view”, Computer Science Paper Work Cornell University, 2019, hlm. 6.

[4] Simanta Shektar Sarmah, “Understanding Blockchain Technology”, Journal of Computer Science and Engineering, Volume 8, Nomor 2, 2018, hlm. 23.

[5] Massimo Franceschet, Op.Cit, hlm. 7.

[6] Mirza Mar’Ali dan Priliyani Nugroho Putri, “Tinjauan Yuridis Pelindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Atas Hak Cipta Karakter Game Among Us Di Indonesia”, Padjadjaran Law Review, Volume 9 No. 2, 2021, hlm. 4.

[7] Pasal 503 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”)

[8] Pasal 1152 KUHPer

[9] Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 421 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

[10] Etty Mulyati dan Fajrina Aprilianti Dwiputri, “Prinsip Kehati-hatian dalam Menganalisis Jaminan Kebendaan Sebagai Pengaman Perjanjian Kredit Perbankan”, Acta Djurnal, Volume 1 No. 2, 2018, hlm. 136.

<< Back

Close

Search