17Feb
A. Definisi dan Syarat Menjadi Ahli
Ahli adalah orang yang memiliki pengetahuan khusus di bidang tertentu. Keterangan ahli adalah keterangan yang objektif dan bertujuan untuk membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah nilai pengetahuan hakim tersebut. Seseorang baru dapat dikatakan sebagai ahli apabila:
Kecakapan seseorang untuk dapat dijadikan sebagai ahli dalam Hukum Acara Perdata diatur dalam Pasal 154 ayat (3) HIR, yang berbunyi:
“Sebagai ahli tidak dapat diangkat orang yang tidak dapat didengar sebagai saksi.”
Oleh karena itu, tidak cakapnya seorang ahli sama dengan tidak cakapnya seorang saksi yang diatur dalam Pasal 145 HIR, yaitu:
B. Alasan Pemeriksaan Ahli
Alasan pokok pengangkatan ahli diatur dalam Pasal 154 ayat (1) HIR, yang berbunyi:
“Jika menurut pendapat ketua pengadilan negeri, perkara itu dapat dijelaskan oleh pemeriksaan atau penetapan ahli-ahli, maka karena jabatannya, atau atas permintaan pihak-pihak, ia dapat mengangkat ahli-ahli tersebut.”
Berdasarkan bunyi Pasal tersebut dapat dirumuskan alasan pemeriksaan ahli, yaitu:
C. Nilai Kekuatan, Fungsi, dan Kualitas Ahli terhadap Alat Bukti Lain
Berdasarkan Pasal 1866 KUH Perdata dan Pasal 184 HIR, ahli tidak tercakup sebagai salah satu alat bukti dalam Hukum Acara Perdata. Secara formil kedudukan ahli berada di luar alat bukti, oleh karena itu menurut hukum pembuktian tidak memiliki nilai kekuatan pembuktian.
Berdasarkan Pasal 154 ayat (2) HIR dan Pasal 229 RV, pada intinya menerangkan sebagai berikut:
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa undang-undang memberikan kebebasan kepada hakim untuk mengikuti atau tidak pendapat ahli yang disampaikan di muka persidangan. Apabila hakim mengikuti, maka hakim mengambil pendapat ahli tersebut menjadi pendapatnya sendiri, dan dijadikan sebagai bagian pertimbangan dalam putusan. Sebaliknya, apabila tidak mengikuti, pendapat tersebut disingkirkan dan dianggap tidak ada.
Dari segi hukum pembuktian, maka pendapat ahli tidak dapat berdiri sendiri sebagai alai bukti, dan tempat kedudukannya hanya berfungsi menambah atau memperkuat dan memperjelas permasalahan hukum yang ada. Apabila sama sekali tidak ada alat bukti yang sah memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana diatur dalam Pasal 1866 KUHPerdata dan Pasal 164 HIR, maka pendapat ahli tidak dapat digunakan sebagai alat bukti tunggal, meskipun hakim meyakini kebenaran pendapat itu.
Terdapat kondisi dimana pendapat ahli dapat berfungsi dan berkualitas menambah kekuatan alat bukti yang sudah ada, yaitu:
Pendapat ahli tidak mampu menambah batas minimal pembuktian, hal ini disebabkan yang hanya dapat memenuhi batas minimal pembuktian hanya alat bukti yang diatur dalam Pasal 1866 KUHPerdata atau 164 HIR.
Sumber:
Buku
M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cetakan Keempat, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Sudikno Mertukusomo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cetakan Kelima, Yogyakarta: Cahaya Atma Pstaka, 2017.
Peraturan-Peraturan
Herzien Inlandsch Reglement.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.