News

08Jun

Investasi Bermasalah, Salah Siapa?

economic, government, laws, investment

Persoalan mengenai investasi bermasalah masih menjadi permasalahan yang kerap mendera kita. Tidak sedikit yang menyalahkan investor karena tergiur imbal hasil tinggi, otoritas pengawas karena bisa kebobolan, pelaku kejahatan, atau bahkan media karena sekedar menyampaikan berita tersebut ke publik. Aksi salah-menyalahkan yang kerap terjadi ini tentu tidak bijak dan tidak menjawab persoalan yang muncul. Tidak adil apabila permasalahan penipuan sekuritas justru ditimpakan pada media, atau hanya menjadi beban regulator, perusahaan sekuritas, atau bahkan menyalahkan investor yang sejatinya adalah korban.

Saat ini, mengenai penipuan di bidang pasar modal, diatur dalam Pasal 90 UU No. 8/1995. Namun, definisi mengenai apa yang dimaksud dengan penipuan itu sendiri tidak terdapat dalam UU No. 8/1995. Lagipula, penipuan yang diatur dalam UU Pasar Modal lebih erat kaitannya dengan penipuan yang terjadi atas kegiatan-kegiatan yang meliputi penawaran, pembelian, dan atau penjualan Efek yang terjadi dalam rangka Penawaran Umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun di luar Bursa Efek atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik.

Akibatnya, timbul celah bagi kejadian-kejadian yang tidak termasuk lingkup Pasal 90 UU No. 8/1995 tersebut. Juga terkait penipuan yang melibatkan pihak yang ternyata tidak terafiliasi dengan perusahaan sekuritas namun mengatasnamakan perusahaan sekuritas, atau pelaku merupakan pihak yang terafiliasi dengan perusahaan sekuritas namun perusahaan sekuritas sama sekali tidak menikmati keuntungan atas aktivitas pelaku. Kasus-kasus semacam ini akhirnya lebih banyak diarahkan dan merujuk pada ketentuan pidana umum pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Hal inilah yang kemudian penulis amati mengakibatkan para investor yang sebenarnya tahu sebuah kasus penipuan itu merupakan tanggung jawab pribadi oknum yang menipu lebih banyak mempermasalahkan perusahaan sekuritas karena mengerti bahwa perusahaan sekuritaslah yang memiliki uang untuk mengganti kerugian mereka. Namun, tidak sedikit pula terjadi, penipuan yang dilakukan oleh perusahaan sekuritas dilokalisir menjadi kesalahan oknum atau orang per orang. Anomali semacam ini, akhirnya menyebabkan ketidakpastian dalam penegakan hukum di Indonesia.

Maka tidak heran, ketimbang berperkara di pengadilan, pihak-pihak yang ada lebih memilih berpolemik di media. Atau, perkara yang seharusnya diselesaikan secara keperdataan justru diselesaikan secara hukum pidana. Dan sekalipun pelaku akhirnya dihukum, tidak ada pelajaran yang dipetik dari putusan pengadilan untuk perkembangan hukum di bidang sekuritas. Semua, akibat hukum yang ada kurang jelas atau bahkan tidak mampu menjawab persoalan yang diperhadapkan kepadanya.

Samuel E. Buwell (2011) dalam “What is Securities Fault?” mengemukakan bahwa kurangnya kejelasan mengenai penipuan sekuritas sebagai suatu konsep penipuan yang jelas menghasilkan setidaknya tiga akibat yaitu pertama gugatan publik dan swasta tidak diajukan untuk tujuan aturan yang jelas; kedua garis antara pertanggungjawaban perdata dan pidana telah menjadi kabur; dan ketiga hukum hanya memberikan sarana yang lemah untuk menyelesaikan pertanyaan publik tentang pelanggaran yang terjadi.

Pengaturan Khusus

Penyelesaian penipuan di bidang investasi seharusnya lebih cocok ditangani dengan instrumen khusus atau merupakan ranah pidana khusus. Secara umum, tindak pidana khusus mengatur mengenai perbuatan tertentu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain selain orang tertentu. Dalam soal investasi misalnya, tidak setiap orang bisa melakukan penipuan ini. Hanya orang-orang tertentu saja yang mengerti, memahami, dan mendalami bidang investasi yang dapat melakukannya.

Untuk itu, pertanggungjawabannya juga harus diatur secara khusus dan spesifik, penyidikannya juga harus dilakukan oleh aparat yang mengerti secara khusus seluk beluk dunia investasi, bahkan jika perlu ada pengadilan khusus tindak pidana investasi sehingga putusan yang dikeluarkan menjawab rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum bagi masyarakat. Namun sayangnya, kekhususan itulah yang sampai saat ini belum terwujud. Akibatnya, tanggung jawab mengenai persoalan penipuan lebih banyak menjadi persoalan hukum pidana umum, yang tentunya tidak mengembalikan dana investasi yang telah raib.

Menurut Lawrence M. Friedman, agar suatu system hukum berjalan efektif, diperlukan tiga komponen yang sehat untuk membangunnya, yaitu legal substance, legal structure, dan legal culture. Maka, selain pengawasan yang teliti oleh pihak regulator, perlu adanya perubahan UU Pasar Modal agar dapat menjawab tantangan saat ini. Mencegah memang lebih baik daripada mengobati, namun jika kita sudah berupaya sekeras mungkin mencegah tapi kejahatan tetap terjadi, diperlukan aturan yang kuat untuk menyikapinya. Maka, upaya preventif dan kuratif merupakan dua sisi dalam satu keping yang tidak bisa dipisahkan.

Perlu diperjelas karakteristik penipuan di bidang pasar modal, siapa pelakunya, dan apa modusnya. Jika pembahasan UU Pasar Modal yang baru membutuhkan waktu yang relatif cukup lama, paling tidak bisa diambil langkah alternatif berupa pembuatan peraturan OJK untuk mengisi kekosongan sementara soal penipuan pasar modal ini. Namun, hanya dengan pengaturan yang tingkatannya peraturan OJK, kita belum dapat membuat suatu pengadilan khusus untuk itu. Maka, pengaturan yang setingkat undang-undang tetap diperlukan yang didalamnya dapat diatur secara lebih jelas tentang bentuk-bentuk penipuan, pernyataan palsu, atau perilaku seperti apa yang mau diberi sanksi, beserta macam sanksinya. Jadi, ada suatu dasar yang membedakan penipuan biasa dengan penipuan di bidang investasi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan apabila dalam undang-undang itu nantinya diatur pula pertanggungjawaban secara perdata oleh pelaku kepada para korban.

Jika persoalan mengenai definisi penipuan di bidang sekuritas ini dapat dirumuskan secara jelas dalam satu aturan khusus yang komprehensif, ke depan aksi salah-menyalahkan yang kerap terjadi akan dapat tereduksi. Dengan demikian, hak masyarakat dan perusahaan sekuritas dapat terjamin. Jika tidak, kenyamanan berinvestasi menjadi taruhannya. Masyarakat tidak kunjung mendapatkan uang yang hilang dan perusahaan sekuritas hanya akan mendapat stigma dari masyarakat. Pada gilirannya, mengakibatkan masyarakat enggan berinvestasi serta dunia investasi kita tidak tumbuh. Tentunya, hal ini bukanlah akibat yang kita harapkan untuk pembangunan dunia investasi yang sehat.

Written by  Michael Herdi Hadylaya

Published on harian KONTAN 

<< Back

Close

Search